Masihkah Kita Ingin Berpura-pura?

By Abdi Satria


M. Nigara

Wartawan Senior

SEKALI lagi, Allah azza wa jalla sesungguhnya masih sangat sayang pada kita, umat manusia abad 21 ini. Covid-19 yang sengaja tak dapat dilihat dengan mata telanjang, tapi sangat menakutkan karena sangat mematikan itu, pastilah merupakan alat koreksi dan introspeksi untuk kita.

Kita tidak dikirimi teguran-teguran seperti umat-umat terdahulu. Teguran yang menjadi azab, mematikan dan menghancurkan. Bahkan tidak sedikit yang langsung terhapus dari muka bumi.

AlQuran, telah menuliskan bagaimana kisah kaum-kaum sebelum kita ditegur dan diazab. 

Banjir sangat dahsyat pernah menenggelamkan bumi untuk menyapu kaum yang durhaka di zaman Nabi Nuh. Lalu, kaum yang juga durhaka di zaman Nabi Luth pun terkubur dalam lahar dingin yang membuat mereka membatu.

Kemudian kaum yang durhaka di zaman Nabi Ilyas, diterpa kering-kerontang yang sangat panjang. Jangankan secangkir, setetes embun pun tak turun. Sungguh tak terbayang siksa dunianya, dan belum siksa akhirat.

Dan kaum Tsamud yang hebat. Konon manusia sampai akhir zamab pun tak mampu menandingi kehebatannya dalam mengubah gunung menjadi gedung. Itulah kaum yang mendurhakai Nabi Saleh. Allah kirimkan gempa yang luar biasa. Tidak hanya itu, Allah juga menurunkan petir yang memecakan telingan serta meluluh-lantakan mereka. Sungguh mengerikan.

Kita dikirimi Covid-19. Tidak ada gedung yang runtuh, tidak ada tsunami, tidak ada gempa yang menghancurkan. Tidak ada petir yang memekkan telinga. 

Tujuannya hanya satu: Kembali padaNya. Ya, kembali kepada Sang Khalik yang maha segalanya. Tidak lagi meminta kepada selain Allah.

Pura-Pura

Diakui atau tidak, disadari atau tidak, kita selama ini sering tidak lagi bermohon kepadaNya. Kita telah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan.

Mesjid-mesjid masih penuh, gereja, vihara, dan kelenteng masih pula didatangi umat. Tapi, perilaku yang menonjol justru jauh dari agamis. Kita lebih mementingkan keduniaan. Lebih mementingkan pribadi atau golongan. Bahkan jika ada kebaikan, keramahan, yang muncul, terkesan hanya jadi simbol-simbol belaka.

Ada memang ulama dan pemuka agama yang nyaris sesuai dengan pedoman keagamaan, tapi jumlahnya sangat sedikit. Itu pun posisinya terjepit dan terhimpit. Suaranya nyaris tak mampu menembus dinding-dinding kepalsuan yang sudah dibentangkan. Suaranya nyaris tenggelam ditelan hiruk-pikuk perlombaan kepentingan sesaat.

Bukan, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di planet bumi. Orang-orang lurus nyaris tergerus.

Jadi, jika Allah turunkan Covid-19 sebagai teguran, mudah-mudahan tidak berubah menjadi azab, tidakkah kita bersyukur? Tidakkah kita ingin segera memperbaiki kehidupan ini?

Atau, kita masih ingin berpura-pura? Kita masih ingin terus memangsa segala? Kita masih tetap menikmati segala dosa? 

Tidakkah kita ingin segera  kembali hanya padaNya? Masihkah kita ingin tetap memuja selain Dia, Sang Khalik? Masihkah kita ingin menyatakan: Akulah yang terbaik! Masihkah kita ingin menyebut itu?

Dua ayat QS Ibrahim ini sengaja saya angkat untuk mengingatkan saya dan kita semua:

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru. (QS Ibrahim 19)

Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah. (QS Ibrahim 20)

Jika Allah tak sayang lagi dengan kita, maka mudah bagiNya untuk berbuat apa saja. Jadi, sekali lagi, Allah memberi kita peringatan. Teguran indah dan teguran ringan.

Ayo hentikan kepentingan sektoral. Ayo berpikir dan bertindak bukan untuk diri sendiri atau kelompok. Ayo kita kedepankan kepentingan yang panjang bukan kepentingan sesaat yang lebih mengutamakan mudarat.

Jangan lagi kita berbohong untuk melindungi kepentingan tertentu. Jangan lagi kita rela mati-matian membela orang yang kita dukung, apalagi faktanya orang itu banyak menimbulkan kesengsaraan.

Lihatlah QS Ibrahim ayat 22, sudah tegas diuliskan Syaitan dan Iblis pun kelak akan mengingkari para pemujanya. Apalagi hanya manusia yang bukan siapa-siapa. 

Begini bunyi artinya: 

"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". 

Masihkah kita tetap tak ingin menyadarinya? Masihkan kita anggap Covid-19 itu adalah hanya proses biasa? Masihkah kita yakin tanpa bantuan Allah kita mampu menyelesaikan semua ini?

Seberapa kuatkah kita tanpa campur-tangan Sang Khalik? Yakinkah kita satu menit ke depan, satu jam ke depan, satu hari, minggu, bulan, atau tahun ke depan kita masih ada? Atau yakinkah kita orang-orang yang kita puja, kita dukung kelak dapat menolong kita?

Atau sekuat apa pun kekuasaan kita, setinggi apa pun jabatan kita, sebanyak apa pun kekayaan kita, ketika datang waktunya, bisakah kita manfaatkan semua itu? Atau bisakah kita tukar tiket kematian yang datang dengan segala keduniaan? Atau dapatkah kita tukar nyawa kita dengan nyawa orang yang kita dukung? Atau maukah kita menukar nyawa irang kita puja dengan nyawa kita? 

Kita pasti tahu jawabannya.

Jadi, masihkah hati kita membatu? Padahal jelas Allah masih memberi kita kesempatan. Dan, selagi masih ada kasih dan sayang Allah, ayo kita pergunakan untuk perbaikan dan kebaikan.

Mari kita berdoa agar sisa usia kita bermanfaat untuk orang banyak. Kita berdoa semoga kita tidak ada dalam pusaran corona. Kira berdoa agar teguran ini segera berlalu. Aamiin ya Rabb...

Semoga bermanfaat...